Minggu, 20 Maret 2011

Kasih sayang,Kemesraan, dan Pemujaan

PENGERTIAN KASIH SAYANG, CINTA KEMESRAAN DAN PEMUJAAN
Kasih sayang, dan cinta merupakan milik semua orang. Manifestasi dari kasih sayang dan cinta dapat menciptakan lingkungan yang tenteram. Karena setiap individu menyadari makna yang paling hakiki dari rasa kasih sayang dan cinta. Dengan kasih sayang kita akan selalu menghargai karya orang lain.
Dengan cinta kita selalu menjaga lingkungan yang harmonis. Lingkungan yang harmonis berarti lingkungan yang berimbang dan jauh dari perusakan. Kemesraan merupakan perwujudan kasih sayang yang mendalam. Kemesraan dapat menimbulkan daya kreativitas manusia, yang berwujud bentuk seni. Bentuk seni dapat berbentuk seni rupa, seni pahat, seni sastra, seni suara. Pemujaan merupakan perwujudan cinta manusia kepada Tuhan. Kecintaan kepada Tuhan ini oleh manusia di antaranya diwujudkan dalam bentuk-bentuk pemujaan atau yang lebih kita kenal sebagai tempat beribadah.
Osteoporosis Dan Cinta Kasih Mama

Kita akan berkenalan dengan satu istilah medis, osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi tulang yang keropos, artinya bobot berat inti dari sepotong tulang, atau sering disebut massa tulang berkurang, sehingga daya sangga tulang menjadi berkurang. Akibatnya fatal karena tulang yang tersusun dalam rangka manusia itu tidak sanggup menahan beban berat manusia dan bisa menyebabkan dirinya ambruk. Sama seperti bangunan yang ambruk karena tiang-tiang tulang penyangganya tidak kuat lagi, bisa karena habis dimakan rayap maupun aus karena usia.
Banyak telaah dan riset studi medis soal osteoporosis ini. Salah satu di antaranya adalah osteoporosis ternyata jauh lebih sering menyerang kaum hawa. Kaum ibu terlebih saat usia senja tiba. Banyak sekali alasan medis yang diungkapkan mengapa kaum ibu lebih rentan terhadap osteoporosis. (Pembaca yang tertarik untuk mempelajarinya dapat mengunjungi situs osteoporosis foundations.)
Pertanyaannya, mengapa kaum ibu pada masa rentanya harus menghadapi hal ini? Saya mengambil cerita rakyat kuno untuk menjelaskannya kepada anak saya. Cerita yang sama diceritakan oleh Ibu saya waktu saya masih kecil dengan harapan agar saya tidak bertambah nakal dan kurang ajar. Orang zaman dulu memang bijak menggunakan perumpamaan sebagai sarana audio visual. Inilah cerita pengantar tidur dari keheningan di Tibet. Cerita yang sama yang saya dengar empat puluh tahun kemudian Pada zaman dahulu kala di kerajaan Asia Tengah ada seorang murid yang sedang berjalan bersama gurunya dalam pengembaraannya. Mereka merantau dari satu kota ke kota lainnya. Dan pada suatu ladang yang mereka lalui, mereka melihat pemakaman tua. Oleh karena sebagian dari makam itu sudah lapuk ditelan waktu, di sana terlihat ada banyak abu sisa tulang-tulang orang yang sudah meninggal dunia pada masa-masa silam.
Lalu, sang murid bertanya kepada sang guru, “Guru, dari tulang-tulang itu, mengapa tulang belulang manusia itu lain warnanya, tidak sama antara satu dengan yang lain.” Sang guru menjawab, “Oh, itu karena ada tulang laki-laki dan tulang perempuan.” Si murid bertanya dengan rasa ingin tahu yang tinggi, “Dari mana bisa membedakan mana yang punya laki-laki dan mana yang punya perempuan?”
Sang guru menjawab, “Warna tulang yang abu-abu hitam adalah tulang seorang ibu dan tulang yang putih adalah abu tulang seorang bapak.” Sang murid makin antusias dan meneruskan pertanyaannya, “Kenapa bisa begitu Guru.” Jawab sang guru, “Karena seorang ibu menyusui anakanaknya, dan zat-zat dalam tubuhnya yang ada dalam tulang pun ikut terserap saat menyusui anak-anaknya. Itu sebabnya sisa tulang si ibu menjadi hitam. Sari makanannya sudah diberikan kepada bayinya, sedangkan pada bapak karena tidak menyusui, tulangnya tetap putih.”
Sang murid berkata, “Wah luar biasanya cinta kasih ibu, memberikan semua yang ada pada dirinya untuk anakanaknya, sampai-sampai abu tulangnya menjadi hitam sesudah meninggal.” Jawab sang guru, “Itulah cinta kasih seorang ibu, memberikan semua untuk anak-anaknya.”
Sewaktu membaca artikel osteoporosis dan mengapa kaum ibu lebih rentan mengalami rapuh tulang ini, saya tidak tertarik untuk mengetahui berbagai alasan ilmiah hormon estrogen atau genetik atau menopause yang mungkin menyebabkannya. Saya hanya teringat pada cerita sebelum tidur yang pernah saya dengar dari Ibu saya.
Bukankah luar biasa kecanggihan di balik kesederhanaan orang tempoe doeloe dalam memberikan pengertian dan pencerahan budi pekerti dalam bentuk cerita, suatu audio visual yang sederhana? Kaum ibu yang memberikan sum- sum kehidupan, justru pada masa tuanya harus dihadapkan dengan osteoporosis. Tidak usah heran kalau ada substansi yang luar biasa di balik nasihat ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’. Bahkan, kitab Taurat Musa secara tegas mencatat bahwa kalau mau umur panjang dan hid up dalam berkelimpahan dalam Tanah Perjanjian, Hormatilah Orang Tuamu.
Ada juga hikayat Malin Kundang. Kita diajarkan bisa jadi batu, kalau kualat pada ibu. Apa yang dapat kita lakukan agar anak-anak kita mengasihi ibu mereka, dan tidak menjadi Malin Kundang? Sebagai seorang pria dan seorang suami, ada yang bisa kita perbuat agar mengasihi ibu menjadi gaya hidup? Kita bisa memberi contoh dengan mengasihi dan mencintai ibu mereka secara sungguh-sungguh, dengan begitu anak-anak bisa melihat teladan yang kerap lebih mujarab daripada segudang nasihat.
Kalau sebagai seorang ayah, kita ingin melihat anak-anak kita menghormati ibunya. Cara yang paling sederhana dan terbaik yang dapat dilakukan ialah dengan sepenuh hati mencintai dan menghormati ibu mereka, istri kita, agar anak bisa melihat teladan ini saat mereka tumbuh. We love you mom.
http://requestartikel.com/osteoporosis-dan-cinta-kasih-mama-201012357.html
Opini:
Menurut saya kasih sayang yang pertam kali kita dapat ketika kita lahir dimuka bumi ini adalah seorang ibu, bahkan disaat kita masih berada dikandungannya. Ibu adalah sosok tempat kita memperoleh banyak kasih sayang dan cinta. Dengan cintanya kita dikandung Sembilan bulan, dilahirkan, dan merawat dan membesarkan kita dengan penuh cinta. Segala pengorbanan telah diberikannya untuk membesarkan kita. Maka tidak salah bahwa sebuah hikayat dan dilama kitab suci Al-Quran pun menyebutkan surge di telapak kaki ibu dan bila kita melawan seorang ibu tidak akan mencium baunya surge. Itu merupakan setimpal dengan apa yang telah seorang ibu laKukan untuk anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar