Jumat, 15 Oktober 2010

Individu, Keluarga, dan Masyarakat

INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT

Pengertian Individu
Individu berasal dari kata latin.”individuum” artinya”yang tak terbagi”.Dalam ilmu sosial,individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa,yang tak seberapa mempengaruhi kehidupan manusia.Individu bukan berati manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi,melainkan sebagai kesatuan yang terbatas,yaitu sebagai manusia perseorangan.Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya,melainkan juga mempunyai kepribadian serrta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tuga kemungkinan : meyimpang dari norma kolektif,kehilangan individualitas atau takhluk terhadap kolektif,dan mempengaruhi masyarakat seperti adanya tokoh pahlawan atau pengacau.
Pertumbuhan Individu
Terdapat tiga aliran konsep pertumbuhan yaitu:
1. Aliran asosiasi: pertumbuhan merupakan suatu proses asosiasi yaitu terjadinya perubahan pada seseorang secara bertahap karena pengaruh baik dari pengalaman luar melalui panca indra yang menimbulkan senssation maupun pengalaman dalam mengenal batin sendiri yang menimbulkan reflexions.
2. Aliran psikologi gestalt: pertumbuhan adalah proses diferensiasi yaitu proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu. Pertama mengenal secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian demi bagian dari lingkungan yang ada.
3. Aliran sosiologi: pertumbuhan merupakan proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial dan social kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
• Pendirian Nativistik.
• Pendirian Empiristik dan Envinronmentalistik.
• Pendirian Konvergensi dan Interaksionisme.
• Tahap pertumbuhan Individu berdasarkan Psikologi


Tahapan perubahan individu yaitu adalah :
- masa vital
- masa estetik
- masa intelektual
- masa sosial

OPINI:
Manusia sebagai makhluk individu, keluarga, dan masyarakat tidak dapat hidup tanpa orang lain oleh karenanya manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok atau berorganisasi dan membutuhkan orang lain. Masyarakat merupakan wadah berkumpulnya individu-individu yang hidup secara sosial, masyarakat terdiri dari ‘Saya’, ‘Anda’ dan ‘Mereka’ yang memiliki kehendak dan keinginan hidup bersama.oleh karena itu menyadari manusia sebagai individu dan makhluk sosial harus memahami tugas dan kewajibannya dalam stiap tatanan kehidupan berkelompok dan dalam struktur dan sistem sosial yang ada.

STUDI KASUS

"Maaf Pak,… saya malu. Tapi harus bertanya," kata Syafrial (37) dengan sedikit
tertunduk. "Kalau divasektomi, apakah 'barang' saya masih bisa bangun?" katanya
dengan mimik muka serius. Pertanyaan itu dilontarkannya kepada Penyuluh
Lapangan Keluarga Berencana yang mendatangi Kampung Pasir Putih, Kota Batam.

Dia ingin divasektomi karena istrinya menderita hipertensi sehingga merasa
tidak cocok ikut program Keluarga Berencana (KB) dengan pil. Jika tidak ikut
program KB, khawatir anaknya bakal bertambah lagi. "Padahal, punya anak empat
sangat repot," kata Syafrial yang sehari-hari menjadi sopir angkutan kota.

Rangkuti (39), warga kampung yang sama, juga tertarik ikut vasektomi karena
kasihan pada istrinya yang terus-menerus melahirkan hingga mempunyai lima anak
dan yang terkecil berumur 2,5 tahun. Untuk ikut KB, istrinya merasa belum ada
alat kontrasepsi yang cocok.

"Pakai pil harganya murah, cuma Rp 5.000 isi 28-30 tablet. Cukup untuk sebulan.
Tapi badan rasanya menjadi tidak enak," kata Utnaini (34), istri Rangkuti yang
menderita hipertensi. Dia juga mencoba KB suntik dengan biaya Rp 35.000 sekali
suntik, tetapi tetap merasa tidak cocok.

"Biarlah saya yang mengalah dengan vasektomi. Kalau menggunakan kondom, rasanya
kurang nyaman," kata Rangkuti yang sehari-hari menjadi buruh lepas.

Ny Arbaiyah (35) semula tak setuju suaminya, Sudarsono (39), warga Kecamatan
Batuaji, Kota Batam, ikut vasektomi. "Saya kan khawatir nanti terjadi apa-apa,"
ujarnya tertawa. Namun, setelah bertanya ke banyak pihak, akhirnya ia setuju
suaminya ikut vasektomi.

Bukan gengsi

Baik Syafrial, Rangkuti, maupun Sudarsono mengikuti program KB karena tekanan
ekonomi. Beban berat menanggung biaya hidup keluarga dengan anak banyak
menyebabkan mereka memilih program KB untuk membatasi kelahiran.

Begitu pun sejumlah ibu-ibu di Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, serta
kota-kota lainnya di Tanah Air, mereka ikut program KB karena dorongan ekonomi.

Tidak salah. Namun, alangkah baiknya jika keikutsertaan mereka dalam program KB
sejak awal ketika anaknya belum banyak, serta dilakukan penuh perencanaan
sehingga beban ekonomi tidak terlampau berat.

"Ikut program KB idealnya karena kesadaran untuk membentuk keluarga sejahtera,"
kata Ida B Permana, Kepala Puslitbang Keluarga Berencana/Kesehatan Reproduksi
(KB/KR), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Di kalangan masyarakat, rasa malu atau "gengsi" jika memiliki anak banyak juga
mulai pudar. Padahal, pada masa Orde Baru, masyarakat akan merasa bangga jika
memiliki anak dua sesuai anjuran pemerintah. Mereka pun kerap menjadi contoh
atau panutan masyarakat sekelilingnya.

Kini, sejumlah elite politik maupun elite masyarakat dengan rasa bangga memberi
contoh anaknya banyak. Bahkan saat pemilu legislatif beberapa waktu lalu,
sejumlah partai politik dengan terang-terangan menghujat program KB.

Spanduk berisi hujatan program keluarga berencana terpampang di sejumlah ruas
jalan di Ibu Kota.

"Secara politis, dukungan terhadap program KB memang tidak sekuat dulu," kata
Permana.

Bahkan dalam sidang kabinet, menurut panelis lain, institusi keluarga berencana
sering kali tidak dilibatkan. Itulah sebabnya persoalan-persoalan kependudukan
tidak sampai ke pucuk pengambil kebijakan tertinggi, dalam hal ini presiden,
tetapi cuma sampai di tingkat menteri koordinator.

Pemerintah pusat juga tidak lagi memberikan penghargaan bagi daerah yang sukses
dalam program KB seperti masa Orde Baru dulu.

Di sisi lain, sejumlah pemerintah daerah, terutama hasil pemekaran di luar
Jawa, juga terkesan tidak mendukung atau setengah hati melaksanakan program KB.
Ini dilakukan sebagai bentuk "protes" kepada pemerintah pusat.

Pertimbangannya, selama ini perhitungan dana alokasi umum (DAU) dihitung
berdasarkan jumlah penduduk. "Pola ini dirasakan tidak adil oleh sejumlah
daerah di luar Jawa yang wilayahnya sangat luas tetapi jumlah penduduknya
sangat sedikit," kata Muhadjir Darwin, Kepala Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan Universitas Gadjah Mada.

Itulah sebabnya daerah-daerah tersebut membiarkan angka pertumbuhan penduduknya
cukup tinggi dan tidak serius melaksanakan program KB. Pertumbuhan penduduk
yang tinggi juga mereka maksudkan untuk menjaga keseimbangan jumlah etnis lokal
dari derasnya arus pendatang.

Beban pemerintah

Pertumbuhan penduduk yang tinggi bukan hanya menjadi beban bagi pemerintah
pusat, tetapi di era otonomi daerah juga menjadi beban bagi pemerintah daerah.

"Pemerintah daerah harus menyediakan sekolah, perumahan, fasilitas sosial, dan
anggaran kesehatan untuk warganya," kata Nina Sardjunani, Deputi Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional, Bidang SDM dan Kebudayaan Bappenas.

Karena itu, langkah yang dilakukan Pemerintah Kota Batam dengan memberikan
insentif Rp 250.000 kepada setiap peserta program vasektomi untuk mengendalikan
jumlah penduduk merupakan langkah yang patut ditiru dan menguntungkan semua
pihak.

Bagi masyarakat, insentif ini sangat bernilai secara ekonomis. Sebaliknya bagi
pemerintah kota, lebih efisien memberikan insentif dibandingkan mereka harus
membangun beragam fasilitas akibat pertumbuhan penduduk yang tak terkendali.

Namun tak semua pemerintah daerah serius mengendalikan penduduk melalui KB,
termasuk KB dengan sasaran pria seperti vasektomi dan penggunaan kondom.
Terbukti dari target peserta vasektomi sebanyak 21.286 orang, yang tercapai
sampai Februari baru 1.485 orang di seluruh Tanah Air. Adapun untuk kondom,
dari target 904.300 orang baru tercapai 16.080 orang.

Tampaknya program keluarga berencana harus lebih gencar dilakukan jika bangsa
ini di kemudian hari tak mau menuai bencana.

sumber:

http://cetak.kompas.com/read/2009/04/16/0327201/gawat.tak.gengsi.lagi.punya.anak.banyak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar