Seorang
muslim bernama Nidah Kirana adalah seorang muslim yang taat beribadah. Dia selalu
menggunakan pakaian yang menutupi badannya dan jilbab yang besar. Hampir setiap
kegiatannya diisi dengan kegiatan mendekatkan diri kepada Tuhan sebagaimana
yang diajarkan rasullullah. Kiran membentuk suatu forum kajian yang membahas
masalah-masalah keislaman, dan keinginannya ini didukung oleh Dewan Mahasiswa
Kampus Barek yang memberikan kepercayaan pada Kiran untuk menjalankan forum
ini.
Dari
forum inilah mengenal sosok bernama Dahiri. Sosok Dahiri sangatlah menyita
perhatian Kiran. Sehingga waktu diskusi mereka bukan hanya berada pada saat
forum berjalan tetapi juga diluar forum karena Dahiri juga merupakan teman
sekelas Kiran di Kampus Barek. Ternyata Dahiri merupakan aktivis jamaah yang
merupakan gerakan yang subversif, organisasi garis keras yang mencita-citakan
tegaknya syariat Islam di Indonesia yang diidealkan bisa mengantarkan
pengikutnya ber-Islam secara kaffah. Oleh karena itu dia mengincar Kiran yang sedang
semangat-semangatnya untuk memperdalam keimanannya dan mencari kedamaian dalam
aktifitas keislaman yang baru dibangunnya. Sosok Dahiri memiliki kemampuan
dalam berargumen dan penguasaan terhadap ayat-ayat Qur’an serta Hadits. Melihat
sosok Dahiri membuat Kiran merasa pemikirannya selama ini,bahwa dia sudah cukup
mengetahui tentang ilmu Islam berubah menjadi pemikiran betapa masih dangkalnya
dia dalam mempelajari Islam. Sosok Dahiri berhasil membuatnya menjadi gelisah
dan akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan organisasi islam garis keras
itu.
Setelah
melakukan proses baiat (pengucapan sumpah untuk bergabung pada organisasi
jamiah). Tiap waktunya dimanfaatkan untuk menegakkan syariat Islam dan dakwah
pun dia jalankan dengan keyakinan untuk menyelamatkan sesama muslim berislam
secara benar. Tiap waktu dia mencoba mempengaruhi orang-orang yang ada
disekitarnya untuk berhijrah dari paham agama lamanya. Karena merasa gerakannya
tidak disukai, akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan pondokan itu dan
memilih tinggal di Pos Jemaah yang terletak di sekitar kampusnya. Tadinya Kiran
membayangkan dengan tinggal di Pos ini, ritual keagamaannya menjadi lebih dalam
tetapi pemikiran itu bertolak belakang dengan kondisi sebenarnya. Satu-satunya
ibadah yang dilihatnya adalah cuma shalat berjamaah, selebihnya ibadah yang
dilakukan para aktivis di Pos itu terlihat biasa. Bahkan ritual ibadah di
Pondokan Ki Ageng, tempat dia tinggal sebelumnya lebih khusyuk dibandingkan di
Pos ini. Tetapi Kiran tidak ambil pusing, dia tetap dengan keyakinannya bahwa
dia harus meneggakkan hukum Islam dengan mengabdikan dirinya di jalan Allah. Segala
hal ia lakukan untuk menjalankan dakwah, hingga memberi infak sebesar 500 ribu
tiap minggunya.
Tetapi
ditengah jalan, Kiran diterpa badai kekecewaan. Usahanya untuk mendekatkan diri
dengan Tuhan malah mendapatkan banyak resiko, dari dikucilkan oleh para santri
di pondokannya dulu, biaya yang dia keluarkan untuk infak yang tidak sedikit
sampai diusirnya dia dari desa tempat tinggalnya tetapi dia nilai tidak
dianggap oleh aktifis lainnya. Akal sehatnya mulai mencerna, organisasi yang
dia ikuti ternyata tidak mempunyai kegiatan yang jelas, uang infak itu juga
tidak jelas kemana digunakan hingga membuat Kiran berontak dan berusaha keluar
dari organisasi meskipun taruhannya adalah nyawa. Karena organisasi ini berjalan
secara rahasia dan terus diburu oleh pemerintah, sehingga aktifis yang ada
disini bila berkhianat diancam akan dibunuh.
Begitu
besarnya kekecewaan Kiran, hingga merampas nalar kritis sekaligus keimanannya.
Dia selalu mempertanyakan untuk apa yang Tuhan balas untuk segala pengorbanan
yang telah dia lakukan demi penghambaannya kepada Tuhannya. Dan akhirnya dia
menalar bahwa Tuhan yang selama ini dia agung-agungkan seperti lari dari
tanggung jawab dan tidak menghiraukan keluhannya.
Sampai
dia bertemu Daarul Rachim seorang Ketua Forum Studi Mahasiswa Kiri Untuk
Demokrasi. Melalui Daarul dia mencurahkan segala beban di hatinya. Berawal dari
situ, hubungan mereka makin akrab dan Kiran memandang sosok Daarul sebagai
pahlawannya yang tiap saat bisa melindunginya dari rasa takut akan dibunuh. Seiiring
berjalannya waktu perasaan Kiran terhadap Daarul pun semakin dalam. Kiran
seorang muslimah yang taat harus menggadaikan keimanannya dengan melepaskan
keperawanannya karena tidak kuat menahan rasa cinta yang mulai tumbuh pada
laki-laki yang melindunginya ini dan sebagai wujud pemberontakannya pada
Tuhannya. Namun hubungan mereka tidak bertahan lama karena terjadi kesalah
pahaman. Hal ini membuat Kiran makin frustasi dan kembali menyalahkan Tuhannya.
Dalam frustasinya itu, akhirnya dia terjerembab dalam dunia hitam.
Kekecewaannya
dilampiaskan dengan melanggar aturan-aturan agamanya, freesex dengan pria-pria
aktivis sayap kiri dan kanan (islam) yang selama ini dikenal sebagai aktivis
kampus yang lantang meneriakkan tegaknya moralitas dan syariah islam.
Membongkar topeng kemunafikkan tiap aktivis tersebut membuatnya puas sebagai
bentuk pemberontakannya pada Tuhan. Tidak ada rasa sesal yang setiap kali usai
melakukan petualangan cinta. Bahkan salah satu korbannya adalah seorang Dosen
Kampus Matahari Terbit Yogyakarta yang juga merupakan anggota DPRD dari fraksi
yang selama ini bersikukuh memperjuangkan tegaknya syariat islam di Indonesia. Dosen
ini jugalah yang akhirnya menjadikan dirinya memiliki profesi yang selama ini
dihujat orang banyak, menjadi seorang pelacur.