Kamis, 27 September 2012

Tuhan Ijinkan Aku Menjadi Pelacur


Seorang muslim bernama Nidah Kirana adalah seorang muslim yang taat beribadah. Dia selalu menggunakan pakaian yang menutupi badannya dan jilbab yang besar. Hampir setiap kegiatannya diisi dengan kegiatan mendekatkan diri kepada Tuhan sebagaimana yang diajarkan rasullullah. Kiran membentuk suatu forum kajian yang membahas masalah-masalah keislaman, dan keinginannya ini didukung oleh Dewan Mahasiswa Kampus Barek yang memberikan kepercayaan pada Kiran untuk menjalankan forum ini.

Dari forum inilah mengenal sosok bernama Dahiri. Sosok Dahiri sangatlah menyita perhatian Kiran. Sehingga waktu diskusi mereka bukan hanya berada pada saat forum berjalan tetapi juga diluar forum karena Dahiri juga merupakan teman sekelas Kiran di Kampus Barek. Ternyata Dahiri merupakan aktivis jamaah yang merupakan gerakan yang subversif, organisasi garis keras yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam di Indonesia yang diidealkan bisa mengantarkan pengikutnya ber-Islam secara kaffah. Oleh karena itu dia  mengincar Kiran yang sedang semangat-semangatnya untuk memperdalam keimanannya dan mencari kedamaian dalam aktifitas keislaman yang baru dibangunnya. Sosok Dahiri memiliki kemampuan dalam berargumen dan penguasaan terhadap ayat-ayat Qur’an serta Hadits. Melihat sosok Dahiri membuat Kiran merasa pemikirannya selama ini,bahwa dia sudah cukup mengetahui tentang ilmu Islam berubah menjadi pemikiran betapa masih dangkalnya dia dalam mempelajari Islam. Sosok Dahiri berhasil membuatnya menjadi gelisah dan akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan organisasi islam garis keras itu.

Setelah melakukan proses baiat (pengucapan sumpah untuk bergabung pada organisasi jamiah). Tiap waktunya dimanfaatkan untuk menegakkan syariat Islam dan dakwah pun dia jalankan dengan keyakinan untuk menyelamatkan sesama muslim berislam secara benar. Tiap waktu dia mencoba mempengaruhi orang-orang yang ada disekitarnya untuk berhijrah dari paham agama lamanya. Karena merasa gerakannya tidak disukai, akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan pondokan itu dan memilih tinggal di Pos Jemaah yang terletak di sekitar kampusnya. Tadinya Kiran membayangkan dengan tinggal di Pos ini, ritual keagamaannya menjadi lebih dalam tetapi pemikiran itu bertolak belakang dengan kondisi sebenarnya. Satu-satunya ibadah yang dilihatnya adalah cuma shalat berjamaah, selebihnya ibadah yang dilakukan para aktivis di Pos itu terlihat biasa. Bahkan ritual ibadah di Pondokan Ki Ageng, tempat dia tinggal sebelumnya lebih khusyuk dibandingkan di Pos ini. Tetapi Kiran tidak ambil pusing, dia tetap dengan keyakinannya bahwa dia harus meneggakkan hukum Islam dengan mengabdikan dirinya di jalan Allah. Segala hal ia lakukan untuk menjalankan dakwah, hingga memberi infak sebesar 500 ribu tiap minggunya.

Tetapi ditengah jalan, Kiran diterpa badai kekecewaan. Usahanya untuk mendekatkan diri dengan Tuhan malah mendapatkan banyak resiko, dari dikucilkan oleh para santri di pondokannya dulu, biaya yang dia keluarkan untuk infak yang tidak sedikit sampai diusirnya dia dari desa tempat tinggalnya tetapi dia nilai tidak dianggap oleh aktifis lainnya. Akal sehatnya mulai mencerna, organisasi yang dia ikuti ternyata tidak mempunyai kegiatan yang jelas, uang infak itu juga tidak jelas kemana digunakan hingga membuat Kiran berontak dan berusaha keluar dari organisasi meskipun taruhannya adalah nyawa. Karena organisasi ini berjalan secara rahasia dan terus diburu oleh pemerintah, sehingga aktifis yang ada disini bila berkhianat diancam akan dibunuh.

Begitu besarnya kekecewaan Kiran, hingga merampas nalar kritis sekaligus keimanannya. Dia selalu mempertanyakan untuk apa yang Tuhan balas untuk segala pengorbanan yang telah dia lakukan demi penghambaannya kepada Tuhannya. Dan akhirnya dia menalar bahwa Tuhan yang selama ini dia agung-agungkan seperti lari dari tanggung jawab dan tidak menghiraukan keluhannya.

Sampai dia bertemu Daarul Rachim seorang Ketua Forum Studi Mahasiswa Kiri Untuk Demokrasi. Melalui Daarul dia mencurahkan segala beban di hatinya. Berawal dari situ, hubungan mereka makin akrab dan Kiran memandang sosok Daarul sebagai pahlawannya yang tiap saat bisa melindunginya dari rasa takut akan dibunuh. Seiiring berjalannya waktu perasaan Kiran terhadap Daarul pun semakin dalam. Kiran seorang muslimah yang taat harus menggadaikan keimanannya dengan melepaskan keperawanannya karena tidak kuat menahan rasa cinta yang mulai tumbuh pada laki-laki yang melindunginya ini dan sebagai wujud pemberontakannya pada Tuhannya. Namun hubungan mereka tidak bertahan lama karena terjadi kesalah pahaman. Hal ini membuat Kiran makin frustasi dan kembali menyalahkan Tuhannya. Dalam frustasinya itu, akhirnya dia terjerembab dalam dunia hitam.

Kekecewaannya dilampiaskan dengan melanggar aturan-aturan agamanya, freesex dengan pria-pria aktivis sayap kiri dan kanan (islam) yang selama ini dikenal sebagai aktivis kampus yang lantang meneriakkan tegaknya moralitas dan syariah islam. Membongkar topeng kemunafikkan tiap aktivis tersebut membuatnya puas sebagai bentuk pemberontakannya pada Tuhan. Tidak ada rasa sesal yang setiap kali usai melakukan petualangan cinta. Bahkan salah satu korbannya adalah seorang Dosen Kampus Matahari Terbit Yogyakarta yang juga merupakan anggota DPRD dari fraksi yang selama ini bersikukuh memperjuangkan tegaknya syariat islam di Indonesia. Dosen ini jugalah yang akhirnya menjadikan dirinya memiliki profesi yang selama ini dihujat orang banyak, menjadi seorang pelacur.

Bahasa Sebagai Alat Kerja



Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, atau sebuah sarana penyampaian informasi(fungsi informatif). Maka dari itu bahasa juga sebagai alat kerja. Bahasa kerja adalah bahasa yang diberi status hukum dalam sebuah organisasi beranggotakan banyak bangsa sebagai alat komunikasi utama. Organisasi ini dapat pula berbentuk suatu negara. Bahasa kerja terutama dipakai dalam surat-menyurat dan percakapan sehari-hari bagi anggota-anggota organisasi tersebut, yang berasal dari berbagai latar belakang bahasa. Bahasa kerja disebut juga bahasa resmi. Bahasa kerja dapat dianggap sebagai lingua franca dalam lingkungan suatu organisasi. Bahasa mempermudah kita untuk menyampaikan pendapat sehingga mempermudah kita dalam berkomunikasi di dunia kerja. Bahasa merupakan kumpulan kata-kata yang merangkai sebuah kalimat yang memiliki makna. Oleh karena itu pilihan kata yang digunakan sebagai alat kerja memiliki aturan dan tidak bisa sembarangan, tidak sama dengan bahasa yang digunakan dalam keseharian. Berbahasa yang baik dan benar adalah yang sesuai ejaan dan ketentuan yang sudah ditentukan.

Di tiap negara memiliki bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan negaranya. PBB sendiri memiliki beberapa bahasa resmi dan bahasa kerja, diantaranya adalah bahasa Arab, bahasa Tionghoa, bahasa Inggris, bahasa Prancis, bahasa Rusia, dan bahasa Spanyol. Bahasa yang digunakan sebagai bahasa kerja Sekretariat PBB adalah bahasa Inggris dan Prancis. Bahasa kerja bagi Komite Olimpiade Internasional (IOC) adalah bahasa Inggris dan Prancis. Uni Eropa menggunakan tiga bahasa kerja (bahasa Inggris, bahasa Prancis, dan bahasa Jerman) dengan 20 bahasa resmi, sedangkan FIFA menggunakan empat bahasa kerja (Inggris, Prancis, Jerman, dan Spanyol) dan satu bahasa resmi (Inggris). Setiap negara menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Oleh karena itu saat ini dalam dunia kerja, banyak perusahan menuntut pegawainya untuk dapat berbahasa internasional, yaitu bahasa Inggris. Bahasa Inggris mempermudah kita berhubungan atau berkomusikasi dengan negara luar, sehingga mempermudah kita dalam bekerja sama dengan negara lain, sebagai alat komunikasi penghubung. Jadi bahasa sangat berguna sebagai alat kerja sebagai alat komunikasi antar rekan-rekan di dalam dunia kerja.